.quickedit{ display:none; }

Maret 03, 2011

MEMBACA INTENSIF


Membaca Intensif  teks meliputi sejumlah paragraf. Paragraf-paragraf tersebut memiliki gagasan pokok yang didukung gagasan-gagasan pendukung. Jenis paragraf yang gagasan pokoknya terletak di akhir paragraf disebut induktif. Jenis paragraf yang gagasan pokoknya terletak di awal paragraf disebut deduktif. Pada bab ini Anda akan mempelajari kedua jenis paragraf tersebut.

Menemukan Gagasan Utama Melalui Membaca Intensif
     Sebuah paragraf memiliki satu kalimat topik dan beberapa kalimat penjelas. Kalimat topik berisi gagasan utama dan kalimat penjelas berisi gagasan penjelas.

Bacalah teks berikut ini dengan saksama dan temukan gagasan utamanya!

Max Havelaar dari Bantul

Miroto dan seniman Yogya mementaskan Ketoprak Gempa. Bersatu karena musibah gempa. 
Sederet properti terpajang di panggung. Sepasang kursi demang, tenda, dan gapura dengan tongkat-tongkat ramping, juga lampu-lampu yang tak menyorot secara datar seperti dalam pertunjukan ketoprak. Dekorasi panggung itu lebih lumrah untuk pementasan teater modern daripada ketoprak.
Di panggung juga tak ada tari tradisional seperti gambyong. Yang muncul adalah sebuah koreografi tari ciptaan Miroto. Perang salto yang biasanya muncul dalam ketoprak tradisional pun digantikan oleh gerak penari secara kolosal. 
Ya, inilah Ketoprak Gempa garapan Forum Seniman Gumregah. Modelnya tetap ketoprak tradisional Mataraman. Ada pelawak, ada tokoh bupati atau demang, juga ada penari. Hanya, kemasan panggung, tata lampu, dan tarinya tak mengikuti pakem.
“Tariannya saya cuplik dari banyak koreografi saya sebelumnya, seperti Dancing Shadow dan dari film Opera Jawa,” tutur Miroto, yang menjadi produser pertunjukan ini. “Saya kira ini tafsir baru seni tradisi ketoprak,” ucapnya.
Lakon ketoprak ini diambil dari buku Max Havelaar karya Multatuli (1859) yang mengambil latar belakang masyarakat Lebak, Banten Selatan. Saijah dan Adinda tokohnya. Mereka ingin hidup aman dan tenteram. Tapi harapan itu tak pernah kesampaian. Tindakan sewenang-wenang penguasa dan anak buahnya menghapus impian itu. Dua sejoli ini akhirnya mati oleh keserakahan dan kesewenang-wenangan.
Tawa lepas sekitar 500 penonton di Gedung Societet Yogyakarta, pekan lalu, muncul setelah pelawak Marwoto Kawer dan Susilo Nugroho (pendiri Teater Gandrik), juga Yani Sapto Hoedojo, yang menjadi Nyonya Belanda dari Banyumas, menghidupkan panggung. Selain mereka, ada pula pemain ketoprak
kawakan, Widayat, yang berperan sebagai bupati. Juga Sundari,sang istri, yang luwes dan kenes.
Marwoto dan Susilo memerankan tokoh yang selalu kritis terhadap keadaan. Masing-masing memerankan Multatuli dan Max Havelaar, yang selalu bersitegang tentang siapa yang bisa mengubah hidup rakyat: penguasa atau penulis. Juga tentang bagaimana penguasa harus bersikap. “Ayo, ayo podo toh-tohan (ayo taruhan). Sing iso (yang bisa) mengubah keadaan Max Havelaar utowo
Multatuli?” ucap Marwoto.
Ketoprak Gempa, yang dipentaskan di Solo dua pekan lalu, serta Yogyakarta pekan lalu, dan Jakarta pekan ini, terbentuk secara tak sengaja. Sebagian besar pemain dan pengrawit adalah korban bencana gempa. Rumah mereka roboh. Bahkan sampai kini masih ada yang hidup di tenda. Tapi mereka segera bangkit. Secara bergiliran mereka pentas berkeliling, menghibur sesama korban gempa di Bantul.
Suatu hari, Miroto mengunjungi teman-temannya itu. Melihat keadaan mereka, dia tidak tega. Dia pun berinisiatif ingin mengalihkan undangan pentas Panji Penumbra dari Kedutaan Belanda kepada mereka. Gayung bersambut, Kedutaan sepakat dan senimannya sanggup bergabung. “Saya bersyukur rumah saya masih utuh. Berkumpulnya para seniman ini wujud syukur saya,” ujarnya.
Jadilah pentas rekonsiliasi seniman di panggung ketoprak. Mereka datang dari kelompok yang berbeda, bahkan berseberangan prinsip. Mereka yang dulu sikut-sikutan, di sini berangkulan. “Saya bersyukur. Berkat gempa, semua kembali penuh canda,” tutur Bondan Nusantara, seorang pemain ketoprak.
“Dan pertunjukan mereka bagus dan sangat teatrikal,” kata budayawan Sindhunata, yang merasa terhibur oleh pertunjukan itu. LN Idayanie (Yogyakarta)

Sumber: Tempo, 25 September - 1 Oktober 2006


Paragraf Induktif dan Deduktif

Perhatikan kutipan teks berikut ini!

Sederet properti terpajang di panggung. Sepasang kursi demang, tenda, dan gapura dengan tongkat-tongkat ramping, juga lampu-lampu yang tak menyorot secara datar seperti dalam pertunjukan ketoprak. Dekorasi panggung itu lebih lumrah untuk pentas teater modern daripada ketoprak.
Paragraf di atas terdiri atas 1 kalimat topik dan 2 kalimat penjelas. Kalimat (1) dan (2) adalah kalimat penjelas dan kalimat (3) adalah kalimat topik. Maka, gagasan utama paragraf di atas adalah kalimat (3). Karena gagasan utama paragraf terletak di akhir paragraf, paragraph tersebut tergolong paragraf induktif.

Perhatikan kutipan teks berikut ini!
Lakon ketoprak ini diambil dari buku Max Havelaar karya Multatuli (1859) yang mengambil latar belakang masyarakat Lebak, Banten Selatan. Saijah dan Adinda tokohnya. Mereka ingin hidup aman dan tenteram. Tapi harapan itu tak pernah kesampaian. Tindakan sewenang-wenang penguasa dan anak buahnya menghapus impian itu. Dua sejoli ini akhirnya mati oleh keserakahan dan kesewenang-wenangan.

Paragraf tersebut terdiri atas 1 kalimat topik dan 2 kalimat
penjelas. Kalimat (1) adalah kalimat topik dan kalimat (2) dan (3) adalah kalimat penjelas. Maka, gagasan utama paragraf tersebut adalah kalimat (1). Karena gagasan utama paragraf terletak di awal paragraf, paragraf tersebut tergolong paragraf deduktif.

Membaca Berita
         Membacakan berita dapat menjadi suatu pengalaman yang menyenangkan bagi sang pembaca dan pendengarnya jika pembacaan dilakukan dengan baik. Untuk dapat menjadi pembaca berita yang baik perlu berlatih:
1. lafal dan pengucapan yang jelas;
2. intonasi yang benar;                 
3. sikap yang benar.
           Dalam menyampaikan berita, intonasi dapat menimbulkan bermacam arti. Keras lambatnya suara atau pengubahan nada, dan cepat lambatnya pembacaan dapat digunakan sebagai penegasan, peralihan waktu, perubahan suasana, maupun perenungan.
          Dalam membacakan berita hendaknya diutamakan pelafalan yang tepat. Gerak-gerik terbatas pada gerak tangan, lengan atau ke-pala. Segala gerak tersebut lebih banyak bersifat mengisyaratkan (bernilai sugestif) dan jangan berlebihan. Untuk menimbulkan suasana khusus yang diperlukan dalam pembacaan, suara lebih efektif dengan didukung oleh ekspresi wajah. Air muka (mimik) dan alunan suara yang pas lebih efektif untuk meningkatkan suasana. Senyum atau kerutan kening juga dapat membantu penafsiran teks. Perhatikan pula kontak pandangan Anda dengan pendengar (penonton), terutama bila membacakan berita melalui media televisi atau kontak langsung dengan pendengarnya.
          Jadi, membaca berita adalah menyampaikan suatu informasi atau berita melalui membaca teks berita dengan lafal, intonasi, dan sikap secara benar.